Monday, August 1, 2011

Nasip Tragis Dua Gadis


1. Nasip Malang Gadis Kecil, Omayra Sánchez

Photographer: Frank Fournier
Foto ini diambil beberapa menit sebelum kematian gadis kecil Omayra Sánchez setelah terendam selama 3 hari tanpa pertolongan, akibat gempa dan letusan gunung merapi di di Armero, Columbia. 

Omayra Sánchez adalah salah satu dari 25000 korban bencana gunung berapi yang meletus pada 14 November 1985.Gadis yang berusia 13 tahun itu terperangkap selama 3 hari. Kematian Omayra Sánchez menyebabkan kontroversi atas pemerintah Colombia yang terlambat melakukan penyelamatan atas tragedi itu.

Omayra Sanchez, seorang gadis kecil berusia 13 tahun yang tinggal di Armero, sebuah kota kecil yang berpenduduk sekitar 31.000 orang saja, yang semula bernama San Lorenzo. Pada tahun 1930, Presiden Rafael Reyes mengganti nama San Lorenzo menjadi Armero, untuk mengenang kepahlawanan José León Armero.
Pada tanggal 13 November 1985, kota Armero yang kecil dan tenang, diguncang oleh letusan gunung berapi Nevado Del Ruiz. Saat meletus, Nevado Del Ruiz menghasilkan guncangan hebat, yang meluluh lantakkan ribuan bangunan di Armero, dan masih ditambah dengan muntahan lahar panas, yang mengalir ke kaki gunung, membakar habis wilayah yang tertimpa aliran panasnya, termasuk kota Armero yang berada di kaki gunung Nevado Del Ruiz.

Malam hari saat bencana terjadi, Omayra yang tinggal bersama keluarganya, terbangun oleh guncangan dahsyat, dan lewat siaran radio mereka mendengar bahwa lahar panas sedang mengalir menuju ke tempat mereka. Ditengah proses evakuasi menuju ke gunung terdekat, nenek Omayra terjatuh kedalam lubang saluran air. Omayra berhenti untuk menolongnya. Malang bagi gadis ini, setelah menolong neneknya, kakinya terjepit reruntuhan bangunan, sehingga tidak dapat bergerak keluar.

Tim penolong yang datang tidak dapat menariknya keluar, dan saat itu air mulai mengalir keluar dari lubang saluran air. Bebarapa puing reruntuhan makin menghimpit Omayra, keluarga dan beberapa penduduk menemaninya sambil menunggu datangnya tim penolong yang membawa peralatan yang dapat mengangkat puing reruntuhan yang menjepit Omayra.

Selama tiga hari tim penolong tidak kunjung datang, air telah bergerak hingga sebatas leher Omayra, selama itu, siang dan malam, orang-orang disekitarnya berusaha menguatkannya dengan menghiburnya, mengajaknya bernyanyi, dan membantunya mengatasi ketakutan.

Pada hari ketiga, masih terjepit reruntuhan dan dalam rendaman air setinggi leher, Omayra mulai berhalusinasi ia berkata bahwa ia terlambat untuk berangkat ke sekolah. Tidak berapa lama kemudia ia meminta orang-orang disekitarnya untuk meninggalkannya agar ia dapat berisitirahat.

Tak lama kemudian ia meninggal akibat gangrene pada lukanya, dan juga hypothermia akibat terendam air selama berhari-hari.

Televisi yang datang untuk meliput gempa, juga menyiarkan liputan mengenai keadaan Omayra, ke seluruh dunia. Gambar yang anda saksikan diambil sebelum ia meninggal, dan dipublikasikan tak lama setelah ia meninggal. Cristina Echandia seorang reporter menyebutkan, untuk seorang anak seusianya, Omayra cukup tabah menghadapi keadaannya, hingga ajal menjemputnya.

Tim penolong datang terlambat akibat adanya serangan gerilyawan M-19 (yang berlangsung pada tanggal 6 November) ke istana dan menyandera beberapa orang diantaranya. Hal ini memperkeruh keadaan, dan membuat pemerintah terlambat mengirimkan perintah untuk mengirimkan bala bantuan ke Armero karena memprioritaskan pada upaya pembebasan sandera. Sebagian rakyat menyalahkan keterlambatan pengambilan keputusan pemerintah, karena aksi pembebasan dan pengiriman tim penolong ke Armero dilakukan oleh departemen yang berbeda.

Hanya sepertiga penduduk yang selamat, sekitar 23.000 orang meninggal akibat bencana tersebut, dan kota Armero kemudian ditutup selamanya oleh pemerintah Columbia, seluruh warga yang selamat diungsikan ke kota-kota lainnya. Armero kini hanyalah tinggal kenangan, hilang bersama tragedy kematian Omayra dan ribuan orang lainnya.

2. Gadis Kecil dan Burung Nazar
Photographer: Kevin Carter
Gambar ini diambil oleh Kevin Carter di Sudan tahun 1993, menunjukkan seorang anak yang sedang merangkak ke UN Food Camp yang berjarak sekitar 1 KM dan dibuntuti burung bangkai yang besarnya hampir sama dengan anak tersebut.

Kisah ini berawal pada Maret 1993. Kevin Carter memutuskan terbang ke Sudan, untuk mengambil foto pemberontak disana, namun disaat mendarat di desa Ayod, Carter memutuskan untuk memotret korban kelaparan, melihat gambaran rakyat Sudan yang kelaparan hingga mati. Ia berjalan menembus semak belukar, ia mendengar rintihan pelan, semakin lama semakin tinggi rintihannya. Ia melihat seorang anak perempuan kecil  yang sedang berjuang merangkak menuju ke pusat makanan. Disaat sang anak membungkuk kelelahan terlihat seekor burung pemakan bangkai di tampilannya. Ia menunggu tampilan terbaik dari burung pemakan bangkai, menunggu selama 20 menit, berharap sang burung melebarkan sayapnya, namun burung tersebut tidak melebarkan sayapnya, sang anak yang hampir mati kelaparan tersebut masih membungkuk di tengah jalan. Setelah Carter mengambil gambar, ia mengejar burung pemakai bangkai tersebut, mengusirnya, dan pergi.

Foto ini memenangkan Pulitzer Price tahun 1994, dan setelah foto ini dipublikasikan, banyak yang mempertanyakan “Bagaimana nasib anak tersebut ?” . Dan Carter sendiripun tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, karena pada saat itu Carter tidak menolong anak tersebut.

3 bulan setelahnya, Carter bunuh diri karena depresi dan didalam diary nya ditulis : “Dear God, I promise I will never waste my food no matter how bad it can taste and how full I may be. I pray that He will protect this little boy, guide and deliver him away from his misery. I pray that we will be more sensitive towards the world around us and not be blinded by our own selfish nature and interests. I hope this picture will always serve as a reminder to us that how fortunate we are and that we must never ever take things for granted.”

No comments:

Post a Comment